Sejarah Kebudayaan Islam (Hijaz Sebelum islam)

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Kebudayaan Islam (Hijaz Sebelum islam)
Dosen pengampu: Nurul Afifah M.Pd.I


KELOMPOK 1
                                                Disusun oleh :
1.      Adesia Afriana             (1501050096)
2.      Lina Latifah                 (1501050029)
3.      Lindawati                     (1501050119)
4.      Rahmad Herdiyanto   (1501050128)
Kelas             :   PGMI B
JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
PROGRAM SARJANA (S1)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JURAI SIWO
SEMESTER II 2016/2017

KATA PENGANTAR


Description: D:\my Pictures\Black White\Bismillah 05.BMP


Assalamualaikum, wr.wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan curahan karunia dan nikmatnya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sejarah kebudayaan islam mengenai Hijaz Sebelum Islam setelah beberapa hari melakukan kegiatan pengumpulan data, penganalisisan, dan penyimpulan. Akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Tugas makalah yang dibuat secara kelompok ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas matakuliah semester dua di tahun ajaran 2016 di STAIN Jurai Siwo Metro.
            Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan-kekurangan yang timbul dari keterbatasan kemampuan kami dalam menulis, oleh karena itu saya berharap dari berbagai pihak kritik dan saran. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya kepada kami selaku penulis dan kepada pembaca pada umumnya. Amin.

Wassalamu’a;laikum, wr.wb


Metro, 15  Maret 2016




Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-hadharah al-Islamiyyah. Kata Arab ini sering juga diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “kebudayaan” (Arab, al-tsaqafah; Inggris, culture ) dan ” peradaban” (Arab, al-Hadharrah; Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan, manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi(agama), dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, (1) wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas kelakuan berpola pada manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.1
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta mengatakan sejarah adalah kejadiian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau peristiwa yang benar-benar terjadi.2 dengan demikian, yang dimaksud dengan sejarah Islam adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dalam berbagai aspek. Dalam kaitan ini, maka muncullah berbagai istilah yang digunakan untuk sejarah ini, di antaranya Sejarah Peradaban Islam.3 Sejarah dan kebudayaan Islam.4





BAB II
ISI
1.      Hijaz (Arab) Sebelum Islam
Ketika Nabi Muhammad Saw. Lahir (570 M), Makkah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal diantara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan Yaman di Selatan dan Syira di Utara. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota, Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala utama, Hubal. Makkah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.
            Jazirah Arab memang merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu. Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir. Di sana tidak ada sungai yang mengalir tetap, yang ada hanya ada lembah-lembah berair di musim hujan. Sebagian besar daerah Jazirah adalah padang pasir Sahara yang terletak ditengah dan memiliki keadaan dan sifat yang berbeda-beda, karena itu ia bias dibagi menjadi tiga bagian :
1.      Sahara Langit memanjang 140 mil dari Utara ke Selatan dan 180 mil dari Timur ke Barat, disebut juga Sahara Nufud. Oase dan mata air sangat jarang, tiupan angin seringkali menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah ini sukar di tempuh.
2.      Sahara Selatan yang membentang menyambung Sahara Langit kea rah Timur sampai Selatan Persia. Hamper seluruhnya merupakan dataran keras, tandus, dan pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan al-Rub’ al-Khali (bagian yang sepi).
3.      Sahara Harrat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam bagaikan terbakar. Gugusan batu-batu hitam itu menyebar di keluasan Sahara ini, seluruhnya mencapai 29 buah.
Penduduk Sahara sangat sedikit terdiri dari suku-suku Badui yang mempunyai gaya hidup pedesaaan dan nomadik, berpindah dari satu daerah lain guna mencari arid an padang rumput untuk binatang gembalaan mereka yaitu seperti kambing dan unta.
      Adapun daerah Pesisir, bila dibandingkan dengan Sahara sangat kecil, bagaikan selembar pita yang mengelilingi Jazirah. Penduduk sudah hidup menetap dengan mata pencaharian bertani dan berniaga. Karena itu, mereka sempat membina berbagai macam budaya bahkan kerajaan.
      Bila dilihat dari asal-usul keturunan, penduduk Jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan Qathan) dan ‘ Adnaniyun (keturunan Ismail bin Ibrahim). Pada mulanya wilayah Utara diduduki golongan Adhaniyun, dan wilayah selatan didiami golongan Qathaniyun. Akan tetapi, lama kelamaan kedua golongan itu membaur karena perpindahan-perpindahan dati Utara ke Selatan atau sebaliknya.5
Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan Badui. Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuka suku (tribe) dan dipimpin oleh seorang syaikh. Mereka sangat menekankan hubugan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Mereka suka berperang. Karena itu, peperangan antarsuku sering sekali terjadi. Sikap ini tampaknya telah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri orang Arab. Dalam masyarakat yang suka berperang tersebut, nilai wanita menjadi sangat rendah. Situasi seperti ini terus berlangsung sampai agama Islam lahir. Dunia Arab ketika itu merupakan kancah peperangan teru menerus. Pada sisi yang lain, meskipun masyarakat Badui mempunyai pemimpin, namun mereka hanya tunduk kepada syaikh atau amir ( ketua kabilah) itu dalam hal yang berkaitan dengan peperangan, pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu. Di luar itu, syaikh atau amir tidak kuasa mengatur anggota kabilahnya.
Akibat peperangan yang terus menerus, kebidayaan mereka tidak berkembang. Karena itu, bahan-bahan sejarah Arab para Islam sangat langka didapatkan di dunia Arab dan dalam bahasa Arab. Ahmad Syalabi menyebutkan, sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya agama Islam. Pengetahuan itu diperoleh melalui syair-syair yang beredar dikalangan para pewari syair. Dengan begitulah sejarah dan sifat masyarakat Badui Arab dapat diketahui, antara lain, bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar menghadapi kekerasan alam dan juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta kebebasan.6
Dengan kondisi alami yang seperti tidak pernah berubah itu, masyarakat Badui pada dasarnya tetap berada dalam fitrahnya. Kemurniannya terjaga, jauh lebih murni dari bangsa-bangsa lain. Dasar-dasar kehidupan mereka mungkin dapat disejajarkan dengan bangsa-bangsa yang masih berada dalam taraf permulaan perkembangan budaya. Bedanya dengan bangsa lain, hamper seluruh penduduk Badui adalah penyair.7
Lain halnya dengan penduduk negeri yang telah berbudaya dan mendiami pesisir Jazirah Arab, sejarah mereka dapat diketahui lebih jelas. Mereka selalu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi yang mengintarinya. Mereka mereka mampu membuat alat-alat dari besi, bahkan mendirikan kerajaan-kerajaan. Sampai kehadiran Nabi Muhammad, kota-kota mereka masih merupakan kota-kota perniagaan dan memang jazirah Arab ketika itu merupakan daerah yang terletak pada jalur perdagangan yang menghubungkan antara Syam dan Samudera India. Sebagaimana masyarakat Badui, penduduk negeri ini juga mahir menggubah syair. Biasanya syair-syair itu dibacakan dipasar-pasar, munkin semacam pagelaran pembacaan syair, seperti dipasar ‘ukaz’. Bahasa mereka kaya dengan uangkapan, tata bahasa, dan kiasan.
Melihat bahasa dan hubungan dagang bahasa Arab, Leboun berkesimpulan, tidak mungkin bahsa Arab tidak pernah memiliki peradaban yang tinggi, apalagi hubungan dagang itu berlangsung selama 2000 tahun. Ia yakin, bahasa Arab ikut memberi saham dalam peradaban dunia, sebelum mereka bangkit kembali pada masa Islam. Golongan Qathtaniyun, misalnya pernah mendirika kerajaan Saba’ dan kerajaan Himyar di Yaman,
bagian Selatan jazirah Arab. Kerajaan Saba’ inilah yang membangun bendungan Ma’arib, sebuah bendungan raksasa yang menjadi sumber air untuk seluruh wilayah kerajaan. Pada masa kejayaannya, kemajuan kerajaan Saba’ di bidang kebudayaan dan peradaban, dapat dibandingkan dengan kota-kota dunia lain saat itu. Bekas-bekas kerajaan ini sekarang masih terbenam dalam timbunan tanah.8 Pada pemerintahan Saba’, bangsa Arab menjadi penghubung perdagangan antara Eropa dan dunia Timur Jauh. Setelah kerajaan mengalami kemunduran, muncul kerajaan Himyar menggantikannya. Kerajaan baru ini terkenal dengan kekuatan armada niaga yang menjelajah mengarungi India, Cina, Somalia, dan Sumatera ke pelabuhan-pelabuhan Yaman. Perniagaan ketika itu dapat dikatakan dimonopoli Himyar.9
Terutama setelah bendungan Ma’arib runtuh, masa gemilang kerajaan Himyar sedikit demi sedikit memudar. Banyak bangunan roboh dibawa air dan sebagian besar penduduk mengungsi ke bagian Utara jazirah. Meskipun demikian, karena daerahnya berada pada jalur perdagangan yang strategis dan tanahnya subur, daerah ini tetap menjadi incaran kerajaan besar Romawi dan Persia yang selalu bersaing untuk menguasainya.
Di sebelah Utara jazirah juga pernah berdiiri kerajaan-kerajaan. Tetapi, kerajaan-kerajaan tersebut lebih merupakan kerajaan protektorat. Ini terjadii karena khalifah-khalifah Romawi dan Persia selalu mendapat gangguan dari suku-suku Arab yang memeras dan merampoknya. Untuk melindungi khalifah-khalifah itu, atas inisiatif kerajaan besar tersebut didirikanlah kerajaan Hirah di bawah perlindungan Persia dan kerajaan Ghassan di bawah perlindungan Romawi.10
Kedua kerajaan ini berkembang dalam waktu yang hamper bersamaan, yaitu kira-kira abad ketiga sampai abad kedatangan Islam. Raja-raja yang berkuasa umumnya berasal dari keturunan Arab Yaman.bagiian lain dari daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain, baik karena sulit dijangkau maupun karena tandus dan miskin, adalah Hijaz. Kota terpenting didaerah ini dalah Makkah, kota suci tempat Ka’bah berdiri. Ka’bah pada masa itu bukan saja di sucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut agama asli Makkah, tetapi juga oleh orang-orang Yahudi yang bermukim disekitarnya.
Untuk mengamankan para pezirah yang dating ke kota itu, didirikanlah suatu pemerintahan yang pada mulanya berada ditangan dua suku yang berkuasa, yaitu Jurhum, sebagai pemegang kekuasaan politik dan Ismail ( keturunan Nabi Muhammad), sebagai pemegang kekuasaan atas Ka’bah. Kekuasaan pollitik kemudian berpindah ke suku Khuza’ah dan akhirnya ke suku Quraisy dibawah pimpinan Qhusai. Suku terakhir inilah yang kemudian mengatur urusan-uurusan yang berhubungan dengan Ka’bah. Semenjak itu suku Quraisy menjadi suku yang mendominasi masyarakat Arab. Ada sepuluh jabatan tinggi yang dibagi-bagikan kepada kabilah-kabilah asal suku Quraisy, yaitu hijabah, penjaga kunci-kunci Ka’bah; siqayah, pengawas mata air zamzam untuk diprgunakan oleh para peziarah; diyat, kekuasan hakim sipil dan kriminal; sifarah, kuasa usaha negara atau duta; liwa’, jabatan ketentaraan; rifadah, pengurus pajak untuk orang miskin; nadwah, jabatan ketua dewan; khaimmah, pengurus balai musyawarah; khazinah, jabatan administrasi keuangan; dan azlam, penjaga panah peramal untuk mengetahui pendapat dewa-dewa. Dalam pada itu, sudah menjadi kebiasaan bahwa anggota yang tertua mempunyai pengaruh paling besar dan memakai gelar rais.11
Setelah kerajaan Himyar jatuh, jalur-jalur perdagangan didominasi oleh kerajaan Romawi dan Persia. Pusat perdagangan bangsa Arab serentak kemudian beralih ke daerah Hijaz. Makkah pun menjadi Masyhur dan disegani. Begitu pula suku Quraisy. Kondisi ini membawa dampak positif bagi mereka, peerdagangan menjadi semakin maju. Akan tetapi, kemajuan Makkah tidaklah sebanding dengan kemajuan yang pernah dicapai kerajaan-kerajaan Arab sebelumnya. Meskipun demikian, dengan Makkah menjadi pusat peradaban, bangsa Arab bagaikan memulai babakan baru dalam hal kebudayaan dan peradaban.
Jadi, apa yang berkembang menjelang kebangkitan Islam itu merupakan pengaruh dari budaya bangsa-bangsa di sekitarnya yang lebih awal maju daripada kebudayaan dan peradaban Arab. Pengaruh tersebut masuk ke jazirah Arab melalui beberapa jalur, yang terpenting diantaranya adalah: (1) melalui hubungan dagang dengan bansa lain, (2) melalui kerajaan-kerajaan protektorat, Hirah dan Ghassan,  dan (3) masuknya misi Yahudi dan Kristen.
Melalui jalur perdagangan, bangsa Arab berhubungan dengan bangsa-bangsa Syria, Persia, Habsyi, Mesir(Qibhti), dan Romawi yang semuanya telah mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme. Melalui kerajaan-kerajaan protektorat, banyak berdiri koloni-koloni tawanan perang Romawi dan Persia di Ghassan dan Hirah. Penganut agama Yahudi juga banyak mendirikan koloni di jazirah Arab, yang terpenting diantaranya adalah Yastrib. Penduduk koloni ini terdiri dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Arab yang menganut agama Yahudi.
Mayoritas penganut agama Yahudi tersebut pandai bercocok tanam dan membuat alat-alat dari besi, seperti perhiasan dan persenjataan. Sama dengan penganut agama Yahudi, orang-orang Kristen juga mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme dan pemikiran Yunani. Aliran Kristen yang masuk ke jazirah Arab ialah aliran Nestorian di Hirah dan aliran Jacob-Barady di Ghassan. Daerah Kristen yang terpenting adalah Najran, sebuah daerah yang subur. Penganut agama Kristen tersebut berhubungan dengan Habasyah (Ethiopia), negara yang melindungi agama ini. Penganut aliran Nestorianlah yang bertindak sebagai penghubung antara kebudayaan Yunani dan kebudayaan Arab pada masa awal kebangkitan Islam.
Walaupun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu percaya kepada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung. Setiap kabilah mempunyai berhala sendiri. Berhala-berhala tersebut dipusatkan di Ka’bah., meskipun ditempat-tempat lain juga ada. Berhala-berhala yang terpenting adalah Hubal, yang dianggap sebagai dewa terbesar, terletak di Ka’bah; Lata, dewa tertua, terletak di Thaif; Uzza, bertempat Hijaz, kedudukannya berada dibawah Hubal dan Manatyang bertempat di Yastrib. Berhala-berhala itu mereka jadikan tempat menanyakan dan mengetahui nasib baik dan nasib buruk. Demikanlah, keadaan bangsa dan jazirah Arab menjelang kebangkitan Islam.12




















BAB III
KESIMPULAN
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-hadharah al-Islamiyyah. Kata Arab ini sering juga diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “kebudayaan” (Arab, al-tsaqafah; Inggris, culture ) dan ” peradaban” (Arab, al-Hadharrah; Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta mengatakan sejarah adalah kejadiian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau peristiwa yang benar-benar terjadi.2 dengan demikian, yang dimaksud dengan sejarah Islam adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dalam berbagai aspek.
Ketika Nabi Muhammad Saw. Lahir (570 M), Makkah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal diantara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan Yaman di Selatan dan Syira di Utara. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota, Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala utama, Hubal. Makkah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.
Jazirah Arab memang merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu. Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir. Di sana tidak ada sungai yang mengalir tetap, yang ada hanya ada lembah-lembah berair di musim hujan. Melalui jalur perdagangan, bangsa Arab berhubungan dengan bangsa-bangsa Syria, Persia, Habsyi, Mesir(Qibhti), dan Romawi yang semuanya telah mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme. Melalui kerajaan-kerajaan protektorat, banyak berdiri koloni-koloni tawanan perang Romawi dan Persia di Ghassan dan Hirah. Penganut agama Yahudi juga banyak mendirikan koloni di jazirah Arab, yang terpenting diantaranya adalah Yastrib. Penduduk koloni ini terdiri dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Arab yang menganut agama Yahudi. Walaupun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu percaya kepada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung. Setiap kabilah mempunyai berhala sendiri. Berhala-berhala tersebut dipusatkan di Ka’bah., meskipun ditempat-tempat lain juga ada. Berhala-berhala yang terpenting adalah Hubal, yang dianggap sebagai dewa terbesar, terletak di Ka’bah; Lata, dewa tertua, terletak di Thaif; Uzza, bertempat Hijaz, kedudukannya berada dibawah Hubal dan Manatyang bertempat di Yastrib. Berhala-berhala itu mereka jadikan tempat menanyakan dan mengetahui nasib baik dan nasib buruk. Demikanlah, keadaan bangsa dan jazirah Arab menjelang kebangkitan Islam.




PENDAPAT KELOMPOK
Pendapat dari kelompok satu mengenai materi yang telah diuraikan diatas kita dapat mengetahui pengertian kebudayaan kemudian memberitahukan informasi kepada orang lain, dapat mengetahui sejarah terbentuknya kebudayaan islam pada masa sebelum kejayaan islam, dapat mengambil keputusan mengenai kebudayaan yang dapat kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui lintasan peristiwa, waktu dan kejadian yang berhubungan dengan kebudayaan Islam, menumbuhkan rasa cinta kepada kebudayaan Islam yang merupakan buah karya kaum muslimin masa lalu, serta memberikan pelajaran kepada generasi muslim dari setiap kejadian untuk mencontoh/meneladani dari perjuangan para tokoh di masa lalu guna perbaikan dari dalam diri sendiri,masyarakat,lingkungan negerinya serta demi Islam pada masa yang akan datang.
  

SARAN

Demikianlah makalah yang telah kami susun tentunya dalam hal ini masih banyak kekurangan, kami harap makalah ini dapat menambah wawasan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan untuk makalah ini. Terima kasih.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKIDAH ISLAM TENTANG IMAN KEPADA RASUL-RASUL ALLAH

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran SKI (Sejarah Kebudayaan Islam)

MATERI PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK DI MI/SD KELAS 3 DAN KELAS 4