Sejarah Kebudayaan Islam (Hijaz Sebelum islam)
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Kebudayaan Islam (Hijaz Sebelum islam)
Dosen
pengampu: Nurul Afifah M.Pd.I

Disusun oleh :
1. Adesia Afriana (1501050096)
2. Lina Latifah (1501050029)
3. Lindawati (1501050119)
4.
Rahmad Herdiyanto (1501050128)
Kelas :
PGMI B
JURUSAN
TARBIYAH
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
PROGRAM
SARJANA (S1)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JURAI SIWO
SEMESTER
II 2016/2017
KATA
PENGANTAR

Assalamualaikum, wr.wb
Dengan menyebut nama
Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Alhamdulillah puji syukur
kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan curahan karunia dan nikmatnya kepada
kita semua. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sejarah kebudayaan islam
mengenai Hijaz Sebelum Islam setelah beberapa hari melakukan kegiatan
pengumpulan data, penganalisisan, dan penyimpulan. Akhirnya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Tugas makalah yang dibuat
secara kelompok ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas matakuliah
semester dua di tahun ajaran 2016 di STAIN Jurai Siwo Metro.
Kami
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan-kekurangan yang
timbul dari keterbatasan kemampuan kami dalam menulis, oleh karena itu saya
berharap dari berbagai pihak kritik dan saran. Kami juga berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya kepada kami selaku penulis dan
kepada pembaca pada umumnya. Amin.
Wassalamu’a;laikum,
wr.wb
Metro,
15 Maret 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Peradaban
Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-hadharah
al-Islamiyyah. Kata Arab ini sering juga diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia dengan Kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana
juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata
“kebudayaan” (Arab, al-tsaqafah;
Inggris, culture ) dan ” peradaban”
(Arab, al-Hadharrah; Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu
antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk
ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan,
manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan
peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra,
religi(agama), dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan
teknologi.
Menurut
Koentjaraningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, (1) wujud
ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu
wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas kelakuan berpola pada manusia
dalam masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya.1
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, W.J.S
Poerwadarminta mengatakan sejarah adalah kejadiian dan peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa lampau atau peristiwa yang benar-benar terjadi.2
dengan demikian, yang dimaksud dengan sejarah Islam adalah berbagai peristiwa
atau kejadian yang benar-benar terjadi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan agama Islam dalam berbagai aspek. Dalam kaitan ini, maka muncullah
berbagai istilah yang digunakan untuk sejarah ini, di antaranya Sejarah
Peradaban Islam.3 Sejarah dan kebudayaan Islam.4
BAB II
ISI
1.
Hijaz (Arab) Sebelum Islam
Ketika Nabi Muhammad Saw.
Lahir (570 M), Makkah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal
diantara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena
letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan Yaman di
Selatan dan Syira di Utara. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota, Makkah menjadi
pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Di dalamnya
terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala utama, Hubal. Makkah kelihatan
makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas
kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.
Jazirah
Arab memang merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu. Jazirah Arab
terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir. Di
sana tidak ada sungai yang mengalir tetap, yang ada hanya ada lembah-lembah
berair di musim hujan. Sebagian besar daerah Jazirah adalah padang pasir Sahara
yang terletak ditengah dan memiliki keadaan dan sifat yang berbeda-beda, karena
itu ia bias dibagi menjadi tiga bagian :
1.
Sahara Langit
memanjang 140 mil dari Utara ke Selatan dan 180 mil dari Timur ke Barat,
disebut juga Sahara Nufud. Oase dan mata air sangat jarang, tiupan angin
seringkali menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah ini sukar di
tempuh.
2.
Sahara Selatan
yang membentang menyambung Sahara Langit kea rah Timur sampai Selatan Persia.
Hamper seluruhnya merupakan dataran keras, tandus, dan pasir bergelombang.
Daerah ini juga disebut dengan al-Rub’ al-Khali (bagian yang sepi).
3.
Sahara Harrat,
suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam bagaikan terbakar.
Gugusan batu-batu hitam itu menyebar di keluasan Sahara ini, seluruhnya
mencapai 29 buah.
Penduduk
Sahara sangat sedikit terdiri dari suku-suku Badui yang mempunyai gaya hidup
pedesaaan dan nomadik, berpindah dari satu daerah lain guna mencari arid an
padang rumput untuk binatang gembalaan mereka yaitu seperti kambing dan unta.
Adapun daerah Pesisir, bila dibandingkan
dengan Sahara sangat kecil, bagaikan selembar pita yang mengelilingi Jazirah.
Penduduk sudah hidup menetap dengan mata pencaharian bertani dan berniaga.
Karena itu, mereka sempat membina berbagai macam budaya bahkan kerajaan.
Bila dilihat dari asal-usul keturunan,
penduduk Jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan Qathan) dan ‘ Adnaniyun (keturunan Ismail bin
Ibrahim). Pada mulanya wilayah Utara diduduki golongan Adhaniyun, dan wilayah selatan didiami golongan Qathaniyun. Akan tetapi, lama kelamaan
kedua golongan itu membaur karena perpindahan-perpindahan dati Utara ke Selatan
atau sebaliknya.5
Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup
dalam budaya kesukuan Badui. Organisasi dan identitas sosial berakar pada
keanggotaan dalam suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga
membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuka suku (tribe) dan
dipimpin oleh seorang syaikh. Mereka sangat menekankan hubugan kesukuan,
sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu
kabilah atau suku. Mereka suka berperang. Karena itu, peperangan antarsuku
sering sekali terjadi. Sikap ini tampaknya telah menjadi tabiat yang mendarah
daging dalam diri orang Arab. Dalam masyarakat yang suka berperang tersebut,
nilai wanita menjadi sangat rendah. Situasi seperti ini terus berlangsung
sampai agama Islam lahir. Dunia Arab ketika itu merupakan kancah peperangan teru
menerus. Pada sisi yang lain, meskipun masyarakat Badui mempunyai pemimpin,
namun mereka hanya tunduk kepada syaikh atau amir ( ketua kabilah) itu dalam
hal yang berkaitan dengan peperangan, pembagian harta rampasan dan pertempuran
tertentu. Di luar itu, syaikh atau amir tidak kuasa mengatur anggota
kabilahnya.
Akibat peperangan yang terus menerus, kebidayaan
mereka tidak berkembang. Karena itu, bahan-bahan sejarah Arab para Islam sangat
langka didapatkan di dunia Arab dan dalam bahasa Arab. Ahmad Syalabi
menyebutkan, sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun
menjelang lahirnya agama Islam. Pengetahuan itu diperoleh melalui syair-syair yang
beredar dikalangan para pewari syair. Dengan begitulah sejarah dan sifat
masyarakat Badui Arab dapat diketahui, antara lain, bersemangat tinggi dalam
mencari nafkah, sabar menghadapi kekerasan alam dan juga dikenal sebagai
masyarakat yang cinta kebebasan.6
Dengan kondisi alami yang seperti tidak pernah berubah
itu, masyarakat Badui pada dasarnya tetap berada dalam fitrahnya. Kemurniannya
terjaga, jauh lebih murni dari bangsa-bangsa lain. Dasar-dasar kehidupan mereka
mungkin dapat disejajarkan dengan bangsa-bangsa yang masih berada dalam taraf
permulaan perkembangan budaya. Bedanya dengan bangsa lain, hamper seluruh
penduduk Badui adalah penyair.7
Lain halnya dengan penduduk negeri yang telah
berbudaya dan mendiami pesisir Jazirah Arab, sejarah mereka dapat diketahui
lebih jelas. Mereka selalu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan situasi
dan kondisi yang mengintarinya. Mereka mereka mampu membuat alat-alat dari
besi, bahkan mendirikan kerajaan-kerajaan. Sampai kehadiran Nabi Muhammad,
kota-kota mereka masih merupakan kota-kota perniagaan dan memang jazirah Arab
ketika itu merupakan daerah yang terletak pada jalur perdagangan yang
menghubungkan antara Syam dan Samudera India. Sebagaimana masyarakat Badui,
penduduk negeri ini juga mahir menggubah syair. Biasanya syair-syair itu
dibacakan dipasar-pasar, munkin semacam pagelaran pembacaan syair, seperti
dipasar ‘ukaz’. Bahasa mereka kaya dengan uangkapan, tata bahasa, dan kiasan.
Melihat bahasa dan hubungan dagang bahasa Arab, Leboun
berkesimpulan, tidak mungkin bahsa Arab tidak pernah memiliki peradaban yang
tinggi, apalagi hubungan dagang itu berlangsung selama 2000 tahun. Ia yakin,
bahasa Arab ikut memberi saham dalam peradaban dunia, sebelum mereka bangkit
kembali pada masa Islam. Golongan Qathtaniyun,
misalnya pernah mendirika kerajaan Saba’ dan kerajaan Himyar di Yaman,
bagian Selatan jazirah Arab. Kerajaan Saba’ inilah
yang membangun bendungan Ma’arib, sebuah bendungan raksasa yang menjadi sumber
air untuk seluruh wilayah kerajaan. Pada masa kejayaannya, kemajuan kerajaan
Saba’ di bidang kebudayaan dan peradaban, dapat dibandingkan dengan kota-kota
dunia lain saat itu. Bekas-bekas kerajaan ini sekarang masih terbenam dalam
timbunan tanah.8 Pada pemerintahan Saba’, bangsa Arab menjadi
penghubung perdagangan antara Eropa dan dunia Timur Jauh. Setelah kerajaan
mengalami kemunduran, muncul kerajaan Himyar menggantikannya. Kerajaan baru ini
terkenal dengan kekuatan armada niaga yang menjelajah mengarungi India, Cina,
Somalia, dan Sumatera ke pelabuhan-pelabuhan Yaman. Perniagaan ketika itu dapat
dikatakan dimonopoli Himyar.9
Terutama setelah bendungan Ma’arib runtuh, masa
gemilang kerajaan Himyar sedikit demi sedikit memudar. Banyak bangunan roboh
dibawa air dan sebagian besar penduduk mengungsi ke bagian Utara jazirah.
Meskipun demikian, karena daerahnya berada pada jalur perdagangan yang
strategis dan tanahnya subur, daerah ini tetap menjadi incaran kerajaan besar
Romawi dan Persia yang selalu bersaing untuk menguasainya.
Di sebelah Utara jazirah juga pernah berdiiri
kerajaan-kerajaan. Tetapi, kerajaan-kerajaan tersebut lebih merupakan kerajaan
protektorat. Ini terjadii karena khalifah-khalifah Romawi dan Persia selalu
mendapat gangguan dari suku-suku Arab yang memeras dan merampoknya. Untuk
melindungi khalifah-khalifah itu, atas inisiatif kerajaan besar tersebut
didirikanlah kerajaan Hirah di bawah perlindungan Persia dan kerajaan Ghassan di
bawah perlindungan Romawi.10
Kedua kerajaan ini berkembang dalam waktu yang hamper
bersamaan, yaitu kira-kira abad ketiga sampai abad kedatangan Islam. Raja-raja
yang berkuasa umumnya berasal dari keturunan Arab Yaman.bagiian lain dari
daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain, baik karena
sulit dijangkau maupun karena tandus dan miskin, adalah Hijaz. Kota terpenting
didaerah ini dalah Makkah, kota suci tempat Ka’bah berdiri. Ka’bah pada masa
itu bukan saja di sucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut agama asli
Makkah, tetapi juga oleh orang-orang Yahudi yang bermukim disekitarnya.
Untuk mengamankan para pezirah yang dating ke kota
itu, didirikanlah suatu pemerintahan yang pada mulanya berada ditangan dua suku
yang berkuasa, yaitu Jurhum, sebagai
pemegang kekuasaan politik dan Ismail ( keturunan Nabi Muhammad), sebagai
pemegang kekuasaan atas Ka’bah. Kekuasaan pollitik kemudian berpindah ke suku Khuza’ah dan akhirnya ke suku Quraisy
dibawah pimpinan Qhusai. Suku terakhir inilah yang kemudian mengatur
urusan-uurusan yang berhubungan dengan Ka’bah. Semenjak itu suku Quraisy
menjadi suku yang mendominasi masyarakat Arab. Ada sepuluh jabatan tinggi yang
dibagi-bagikan kepada kabilah-kabilah asal suku Quraisy, yaitu hijabah, penjaga kunci-kunci Ka’bah; siqayah, pengawas mata air zamzam untuk
diprgunakan oleh para peziarah; diyat,
kekuasan hakim sipil dan kriminal; sifarah,
kuasa usaha negara atau duta; liwa’,
jabatan ketentaraan; rifadah,
pengurus pajak untuk orang miskin; nadwah,
jabatan ketua dewan; khaimmah,
pengurus balai musyawarah; khazinah,
jabatan administrasi keuangan; dan azlam,
penjaga panah peramal untuk mengetahui pendapat dewa-dewa. Dalam pada itu,
sudah menjadi kebiasaan bahwa anggota yang tertua mempunyai pengaruh paling
besar dan memakai gelar rais.11
Setelah kerajaan Himyar jatuh, jalur-jalur perdagangan
didominasi oleh kerajaan Romawi dan Persia. Pusat perdagangan bangsa Arab
serentak kemudian beralih ke daerah Hijaz. Makkah pun menjadi Masyhur dan
disegani. Begitu pula suku Quraisy. Kondisi ini membawa dampak positif bagi
mereka, peerdagangan menjadi semakin maju. Akan tetapi, kemajuan Makkah
tidaklah sebanding dengan kemajuan yang pernah dicapai kerajaan-kerajaan Arab
sebelumnya. Meskipun demikian, dengan Makkah menjadi pusat peradaban, bangsa
Arab bagaikan memulai babakan baru dalam hal kebudayaan dan peradaban.
Jadi, apa yang berkembang menjelang kebangkitan Islam
itu merupakan pengaruh dari budaya bangsa-bangsa di sekitarnya yang lebih awal
maju daripada kebudayaan dan peradaban Arab. Pengaruh tersebut masuk ke jazirah
Arab melalui beberapa jalur, yang terpenting diantaranya adalah: (1) melalui
hubungan dagang dengan bansa lain, (2) melalui kerajaan-kerajaan protektorat,
Hirah dan Ghassan, dan (3) masuknya misi
Yahudi dan Kristen.
Melalui jalur perdagangan, bangsa Arab berhubungan
dengan bangsa-bangsa Syria, Persia, Habsyi, Mesir(Qibhti), dan Romawi yang
semuanya telah mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme. Melalui
kerajaan-kerajaan protektorat, banyak berdiri koloni-koloni tawanan perang
Romawi dan Persia di Ghassan dan Hirah. Penganut agama Yahudi juga banyak
mendirikan koloni di jazirah Arab, yang terpenting diantaranya adalah Yastrib.
Penduduk koloni ini terdiri dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Arab yang
menganut agama Yahudi.
Mayoritas penganut agama Yahudi tersebut pandai
bercocok tanam dan membuat alat-alat dari besi, seperti perhiasan dan
persenjataan. Sama dengan penganut agama Yahudi, orang-orang Kristen juga
mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme dan pemikiran Yunani. Aliran
Kristen yang masuk ke jazirah Arab ialah aliran Nestorian di Hirah dan aliran
Jacob-Barady di Ghassan. Daerah Kristen yang terpenting adalah Najran, sebuah
daerah yang subur. Penganut agama Kristen tersebut berhubungan dengan Habasyah
(Ethiopia), negara yang melindungi agama ini. Penganut aliran Nestorianlah yang
bertindak sebagai penghubung antara kebudayaan Yunani dan kebudayaan Arab pada
masa awal kebangkitan Islam.
Walaupun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke
jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu
percaya kepada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung.
Setiap kabilah mempunyai berhala sendiri. Berhala-berhala tersebut dipusatkan
di Ka’bah., meskipun ditempat-tempat lain juga ada. Berhala-berhala yang
terpenting adalah Hubal, yang
dianggap sebagai dewa terbesar, terletak di Ka’bah; Lata, dewa tertua, terletak di Thaif; Uzza, bertempat Hijaz, kedudukannya berada dibawah Hubal dan
Manatyang bertempat di Yastrib. Berhala-berhala itu mereka jadikan tempat
menanyakan dan mengetahui nasib baik dan nasib buruk. Demikanlah, keadaan
bangsa dan jazirah Arab menjelang kebangkitan Islam.12
BAB III
KESIMPULAN
Peradaban
Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-hadharah
al-Islamiyyah. Kata Arab ini sering juga diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia dengan Kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana
juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata
“kebudayaan” (Arab, al-tsaqafah;
Inggris, culture ) dan ” peradaban”
(Arab, al-Hadharrah; Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu
antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk
ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.
Dalam
kamus umum bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta mengatakan sejarah adalah
kejadiian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau
peristiwa yang benar-benar terjadi.2 dengan demikian, yang dimaksud
dengan sejarah Islam adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar
terjadi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dalam
berbagai aspek.
Ketika
Nabi Muhammad Saw. Lahir (570 M), Makkah adalah sebuah kota yang sangat penting
dan terkenal diantara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun
karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan
Yaman di Selatan dan Syira di Utara. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota,
Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Di
dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala utama, Hubal. Makkah
kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan
realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.
Jazirah
Arab memang merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu. Jazirah Arab
terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir. Di
sana tidak ada sungai yang mengalir tetap, yang ada hanya ada lembah-lembah
berair di musim hujan. Melalui jalur perdagangan, bangsa Arab berhubungan
dengan bangsa-bangsa Syria, Persia, Habsyi, Mesir(Qibhti), dan Romawi yang
semuanya telah mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme. Melalui
kerajaan-kerajaan protektorat, banyak berdiri koloni-koloni tawanan perang
Romawi dan Persia di Ghassan dan Hirah. Penganut agama Yahudi juga banyak
mendirikan koloni di jazirah Arab, yang terpenting diantaranya adalah Yastrib.
Penduduk koloni ini terdiri dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Arab yang
menganut agama Yahudi. Walaupun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke jazirah
Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu percaya
kepada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung. Setiap
kabilah mempunyai berhala sendiri. Berhala-berhala tersebut dipusatkan di
Ka’bah., meskipun ditempat-tempat lain juga ada. Berhala-berhala yang
terpenting adalah Hubal, yang
dianggap sebagai dewa terbesar, terletak di Ka’bah; Lata, dewa tertua, terletak di Thaif; Uzza, bertempat Hijaz, kedudukannya berada dibawah Hubal dan
Manatyang bertempat di Yastrib. Berhala-berhala itu mereka jadikan tempat
menanyakan dan mengetahui nasib baik dan nasib buruk. Demikanlah, keadaan
bangsa dan jazirah Arab menjelang kebangkitan Islam.
PENDAPAT KELOMPOK
Pendapat
dari kelompok satu mengenai materi yang telah diuraikan diatas kita dapat mengetahui pengertian kebudayaan
kemudian memberitahukan informasi kepada orang lain, dapat mengetahui sejarah
terbentuknya kebudayaan islam pada masa sebelum kejayaan islam, dapat mengambil
keputusan mengenai kebudayaan yang dapat kita laksanakan dalam kehidupan
sehari-hari, mengetahui lintasan peristiwa, waktu dan kejadian yang berhubungan
dengan kebudayaan Islam, menumbuhkan rasa cinta kepada kebudayaan Islam yang
merupakan buah karya kaum muslimin masa lalu, serta memberikan pelajaran kepada
generasi muslim dari setiap kejadian untuk mencontoh/meneladani dari perjuangan
para tokoh di masa lalu guna perbaikan dari dalam diri
sendiri,masyarakat,lingkungan negerinya serta demi Islam pada masa yang akan
datang.
SARAN
Demikianlah makalah yang telah kami
susun tentunya dalam hal ini masih banyak kekurangan, kami harap makalah ini
dapat menambah wawasan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif
sangat kami harapkan untuk makalah ini. Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar